Jumat, 11 Februari 2011

Tuberkulosis (TBC)


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Tujuan praktikum
Mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi penatalaksanaan terapi pada penyakit infeksi tuberculosa dan pneumonia.

B.     Dasar Teori
·         Devinisi Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yanq sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
·         Patogenesis
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.
·         Etiologi
TBC disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.
·         Manifestasi Klinis
Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian.
Tanda dan Gejala:
1. Tanda
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
2. Gejala
a. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
b. Batuk
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produkti (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
c.Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
e.Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala,
nyeri otot, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan.
·         Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
·         Pemeriksaan penunjang
- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-stabilized liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 – 72 jama, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur; dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi ≥ 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain.
- Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapatmemberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus (pembesaran kelenjar nilus)
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
 Nekrosis, paratrakeal, mediastinum, atelektasis, konsolidasi,  Cavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik), Fibrosis dan retraksi region hilus, Bronchopneumoni, Infiltrate interstitia,Pola milier, Gambaran ini merupakan gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi.
- Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya dengan
1. Pemeriksaan BACTEC
Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah metode radiometrik. M. Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
2. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan standar internasional.
- Pemeriksaan Serologi
a. Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen antibodi yang terjadi.3 Kelemahan utama dari teknik ELISA ini adalah pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk
mencegah ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik.25
b. ICT (Immun Chromatografic Tuberculosis)
Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis.
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk
sisir plastik.
d. Uji peroksidase anti peroksidase
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
e.Uji serologi yang baru/ IgG TB
Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk diagnosa TB pada anak.3
- Pemeriksaan darah
kurang spesifik Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.
-Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
-   Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi.
-   Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis.

·         Pengobatan tuberkulosis
Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin. Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan diawasi seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk meningkatkan ketaatan penderita dalam minum obat.
Obat-obat yang digunakan dal,am pengobatan tuberkulosis dapat dibagi kedalam 2 kategori yaitu OAT primer dan OAT sekunder. OAT primer lebih tinggi kemanjurannya dan lebih baik keamanannya dari OAT sekunder.
OAT primer adalah isoniazid, rifampin, ethambutol, pyrazinamide. Dengan keempat macam OAT primer itu kebanyakan penderita tuberkulosis dapat disembuhkan. Penyembuhan penyakit umumnya terjadi setelah pengobatan selama 6 bulan. Keempat macam OAT primer itu diberikan sekaligus setiap hari selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan dua macam obat (isoniazid dan rifampin) selama 4 bulan berikutnya.. Bila dengan OAT primer timbul resistensi, maka yang resisten itu digantikan dengan paling sedikit 2-3 macam OAT sekunder yang belum resisten, sehingga penderita menerima 5 atau 6 macam obat sekaligus. Strategi pengobatan yang dianjurkan oleh WHO adalah DOTs (directly observed treatment, short course) untuk penggunaan OAT primer dan DOTS-plus untuk penggunaan OAT sekunder.
 OAT sekunder adalah asam para-aminosalisilat, ethionamide,thioacetazone, fluorokinolon, aminoglikosida dan capreomycin, cycloserine, penghambat betalaktam,clarithromycin, linezolid, thioacetazone,dan lain-lain.


BAB II
PENYELESAIAN KASUS

  1. URAIAN KASUS
Seorang wanita berumur 20 tahun pernah mengalami pemeriksaan sputum dan hasilnya untuk TB paru. Namun, oleh dokter dia tetap diberikan Obat Anti Tuberculosis pada saat itu. Meskipun awalnya dia mengomsumsi OAT dia tidak berusaha melakukan follow up klinik sehingga kondisinya memburuk. Hasil pemeriksaan sputum, sekarang menunjukkan tanda positif TB paru. Wanita ini tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Pertanyaan:
1.      Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?
2.      Apakah masih diperbolehkan wanita tersebut aktif bekerja, bagaimanakah akibat yang dapat ditimbulkan apabila dia berinteraksi dengan orang lain?

    II.       ANALISA KASUS:
Penyelesaian kasus  dengan menggunakan metode SOAP (Subjective,  Objective, Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
*      Subyektif
Nama               : -
Umur               : 20 tahun
Jenis kelamin   : wanita
BB                   : 50 kg
Riwayat           : pasien mengalami negatif untuk tb paru, namun pasien tetep diberikan    
                          obat anti TB. Pasien tidak melakukan follow up klinik sehingga kondisi menburuk.
*      Obyektif
pemeriksaan sputum : Positif TB paru
*      Assesment
Berdasarkan riwayat pemeriksaan sputum pasien didiagnosa mengalami Positif TB paru (klasifikasi TB Paru Tersangka, masuk dalam Kategori 2).
*      Planning (P)
1). Tujuan Terapi :
Tujuan terapi jangka pendek :
·      Mencegah berkembangnya kuman Mycobacterium tuberculosis.
·      Merubah BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin
·      Mencegah kekambuhan
·      Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi perbaikan daya tahan imonologis.
·      Mencegah penularan kuman dari pasien yang dicurigai terinfeksi TBC.
Tujuan terapi jangka panjang :
·      Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
·      Meningkatkan kualitas hidup pasien .
·      Mencegah terjadinya resistensi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis.

2). Sasaran Terapi :
·      Mengubah BTA (+) menjadi BTA (-) secepat mungkin dengan pengobatan kategori kedua (Sukandar, 2008)

3). Strategi Terapi :
Terapi Farmakologi :
-          Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari, Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari.
-          Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin 500 mg, Pirazinamid 2500 mg.
Terapi Non Farmakologi :
-          Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).
-          Memperbanyak istirahat (bedrest).
-          Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.
-          Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.
-          Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru.
-          Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.

 4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W)




Ø Tepat Indikasi
Nama Obat
Indikasi
Mekanisme Aksi
Keterangan
Isoniazid
Untuk terapi semua bentuk tuberculosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang beresiko tinggi mendapatkan infeksi.
Menghambat sintesis asam mikolat, komponen terpenting pada dinding sel bakteri (Sukandar, 2008).
Tepat indikasi
Rifampisin
Untuk obat anti tuberculosis yang dikombinasikan dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal dan ulang
Menghambat aktivitas polymerase RNA yang tergantung DNA pada sel-sel yang rentan (Sukandar, 2008).
Tepat indikasi
Pirazinamid
Tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.
Menjadi asam pirazinat oleh enzim pirazinamidase yang berasal dari hasil TBC (Tjay, 2007).
Tepat indikasi
Etambutol
Tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.
Menghambat sintesis minimal satu metabolit yang menyebabkan kerusakan pada metabolism sel, menghambat multiplikasi dan kematian sel (Sukandar, 2008).
Tepat indikasi
Streptomisin
Tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.
Berdasarkan penghambatan sintesa protein, dengan jalan mengikatan pada RNA ribosomal (Tjay, 2007).
Tepat indikasi
Vitamin B6
neuromuskuler, paralisis agitantia, neurasthenia.
Di dalam hati B6 dengan bantuan ko-factor riboflavin dan magnesium diubah menjadi zat aktifnya (piridoksal-5-fosfat (P5P)), zat tersebut berperan penting sebagai ko-enzim pada metabolism protein dan asam-asam amino, antara lain pengubahan triptopan melalui okstriptan menjadi serotonin (Tjay, 2007)
Tepat Indikasi

Ø Tepat Obat
Nama obat
Alasan sebagai drug of choice
Keterangan
Isoniazid
Derivat asam isonikotinat yang berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat.
Tepat Obat
Rifampisin
Untuk obat anti tuberculosis yang dikombinasikan dengan anti tuberkulosis lain untuk terapi awal dan lanjutan. Maka sangat penting untuk membasmi semua basil guna mencegah kambuhnya TBC.
Tepat Obat
Pirazinamid
Bekerja sebagai bakterisida, sprektrum kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi Mycobacterium tuberculosis  dan merupakan pengobatan kombinasi dalam kategori dua.
Tepat Obat
Etambutol
Berkhasiat spesifik terhadap Mycobacterium tuberculosis.
Tepat Obat
Streptomisin
Khusus aktif terhadap mikrobakteria ekstraseluler yang sedang membelah aktif dan pesat.
Tepat Obat


Vitamin B6
untuk menghindari neuritis perifer yang diakibatkan oleh efek samping INH.
Tepat Obat


Ø Tepat Pasien
Nama Obat
Kontra Indikasi
Keterangan
Isoniazid
Penyakit hati yang aktif, hipesensitifitas terhadap isoniazid (Sukandar, 2008).
Tepat Pasien
Rifampisin
Hipersensitifitas, neuritis optik, kerusakan hati, ikterus.
Tepat Pasien
Pirazinamid
Gangguan fungsi hati berat, porfiria, hipersensitifitas terhadap pirazinamid (Sukandar, 2008)
Tepat Pasien
Etambutol
Anak dibawah 6 tahun, neuritis optic, gangguan visual (Sukandar, 2008)
Tepat Pasien
Streptomisin
Kehamilan, miasteniagravis (Sukandar, 2008).
Tepat Pasien
Vitamin B6
Pasien dengan sejarah sensivitas pada vitamin, hipersensivitas terhadap piridoksin, atau komponen lain dalam formulasi.
Tepat Pasien

Ø Tepat Dosis
Nama Obat
Dosis Standar
Dosis yang Diberikan
Keterangan
Isoniazid
300 mg 1x sehari, atau  900 mg
3x seminggu (Dipiro, 2002)
Tahap awal : 250 mg/hari di minum malam hari. Selama 2 bulan.
Tahap Lanjutan : Isoniazid 750 mg 3 x seminggu. Selama 5 bulan.

Tepat Dosis
Rifampisin
600  mg 1x sehari, atau  600 mg
3x seminggu (Dipiro, 2002).
Tahap awal : 500 mg/hari di minum malam hari. Selama 2 bulan.
Tahap lanjutan : 500 mg 3 x seminggu. Selama 5 bulan.

Tepat Dosis
Pirazinamid
15-30 mg/kg BB (maks. 2 gram) 1x sehari (Manjoer, 2000)
25–35 mg/kg per dose 3x seminggu
 (Dipiro, 2002).
Tahap awal : 750 mg/hari di minum malam hari. Selama 2 bulan.
Tahap lanjutan : 2500 mg 3 x seminggu. Selama 5 bulan.

Tepat Dosis
Etambutol
15-30 mg/Kg (max. 2,5 gram) 1x sehari (Manjoer, 2000).
Tahap awal : 750 mg/hari mg/hari di minum malam hari. Selama 2 bulan.
Tepat Dosis
Streptomisin
15 mg/kg maks. 1 gram 1x sehari
(Manjoer, 2000).
Tahap awal : 750 mg/hari mg/hari di minum malam hari. Selama 2 bulan.
Tepat Dosis
Vitamin B6
10-100 mg /hari (Tjay, 2007)
100 mg sehari
Tepat Dosis


Ø Waspada Efek Samping Obat
Nama Obat
Efek Samping Obat
Saran
Isoniazid
Kerusakan hati, neuritis perifer, gatal-gatal, ikterus, gangguan penglihantan, letih, anoreksia (Tjay, 2007)
Menambahkan vitamin B6 untuk menghindari neuritis perifer.
Rifampisin
Ikterus, kerusakan hati, gangguan saluran cerna, mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut, diare, gangguan SSP, dan reaksi hipersensitifitas (Tjay, 2007).
Jika mual atau muntah maka dapat diatasi dengan penggunaan obat pada malam hari sebelum tidur.
Jika urine berwarna merah berikan info kepada pasien bahwa efek itu hanya karena warna tablet rifampisin. Dan tidak perlu diobati.
Pirazinamid
Hepatotoksik, demam anoreksia, hepatomegali, ikterus, gagal hati, mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria (Sukandar, 2008)
Lakukan pemeriksaan kadar SGPT, SGOT
Etambutol
Neuritis optic, gout, gatal, nyeri sendi (Manjoer, 2000)
Nyeri sendi yang terjadi dapat diberikan Aspirin.
Streptomisin
Gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang colitis karena antibiotic (Sukandar, 2008)
Konsultasikan ke dokter.
Vitamin B6
Gangguan lambung dan usus, alergi (Tjay, 2007)
Konsultasikan ke dokter.


Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut
No.
Monitoring
Rencana Tindak Lanjut
1.
Monitoring terhadap hasil pemeriksaan sputum atau pemeriksaan BTA.
-       Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru dengan BTA positif, hasil pemeriksaan sputumnya masih menunjukkan BTA positif maka diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
-       Jika pemeriksaan BTA setelah melaksanakan fase intensif menunjukkan hasil BTA (-) maka pengobatan dilanjutkan selama 5 bulan (fase lanjutan).
2.
Monitoring fungsi hati
-      Melakukan pemeriksaan SGOT, SGPT setiap 1 bulan sekali.
-      Pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi kurkuma.
3.
Monitoring fungsi paru
-      Melakukan foto thoraks untuk mengetahui apakah masih ada infiltrat dan kavitas di lobus paru.


Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE)
Ø  Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan cara penggunaan obat.
Ø  Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang  efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
Ø  Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di minum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau sesuai petunjuk dokter/petugas kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya.
Ø  Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di minum setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat waktu minum obat sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuaikan saja dengan waktu/dosis berikutnya.
Ø  Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari.

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien didiagnosa menderita TBC kategori 2, karena pasien sebelumnya telah mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberculosis). Kondisi pasien memburuk karena tidak  tidak berusaha melakukan follow up klinik, pasien sebelumnya memang pernah melakukan pemeriksaan sputum dan hasilnya negatif. Padahal TBC ada dua kategori yaitu BTA (+) dan BTA (-). Yang mana untuk memastikan pasien menderita TBC, seharusnya ada pemeriksaan lanjut yaitu pemeriksaan toraks dan CT-Scan. Dokter masih memberikan obat anti TBC, mungkin asumsi dari pasien bahwa dia tidak mengalami TBC. Kemungkinan pasien tidak teratur atau bahkan putus dalam meminum obat.
Pengobatan untuk pasien dengan Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) adalah Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid, Etambutol, Streptomisin. Dan tahap lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid, Rifampicin, dan Pirazinamid. Untuk dosis dengan menggunakan KDT (Kombinasi Dosis Tetap) dapat digunakan dosis seperti dibawah:
Dosis untuk panduan OAT KDT kategori 2 (Sukandar, 2008)

Namun apabila diharapkan pemberian dosis tiap obat, maka:
Tabel Dosis obat antituberculosis (Manjoer, 2000)
Obat
Dosis
setiap hari
dua kali /minggu
3 kali/minggu
Isoniazid
5 mg/kg maxs. 300 mg
15 mg/kg maks. 900 mg
15 mg/kg maks. 900 mg
Rifampisin
10 mg/kg maks. 600 mg
10 mg/kg maks. 600 mg
10 mg/kg maks. 600 mg
Pirazinamid
15-30 mg/kg maks. 2 gram
50-70 mg/kg maks. 4 gram
50-70 mg/kg maks. 3 gram
Etambutol
15-30 mg/kg maks. 2,5 gram
50 mg/kg
25-30 mg/kg
Streptomisin
15 mg/kg maks 1 gram
25-30 mg/kg maks. 1,5 gram
25-30 mg/kg maks. 1 gram
Etambutol: tidak dianjurkan untuk anak-anak < 6 thun, karena gangguan penglihatan sulit dipantau (kecuali bila kuman penyebabnya resisten terhadap obat TBC lainnya).

Pasien mempunyai BB: 50 Kg sehingga dosis yang digunakan pasien:
-          Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari, Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari.
-          Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin 500 mg, Pirazinamid 2500 mg.
Tahap intensif diharapkan dapat menghancurkan bakteri mycobakterum tuberkulosis dengan segera, membuat lesisteril secara cepat dan menyeluruh, mencegah resistensi kuman. Sedangkan pada tahap lanjutan diharapkan dapat menghancurkan kuman pada pertumbuhan tiba-tiba dan mencegah dan mengurangi kekambuhan.
Pengobatan dilakukan dengan jangka waktu yang telah ditentukan, apabila pasien lupa meminum obat maka terapi pengobatan harus diulang dari awal.
Efek samping ringan yang ditimbulkan oleh obat rifamfisin digunakan pada malam hari hal ini ditujukan agar menghindari ESO obat yang mungkin terjadi. Apabila terjadi ESO nyeri sendi yang diakibatkan oleh pirasinamid maka dapat digunakan Aspirin, merupakan obat analgetik yaitu obat yang dapat mengurangi rasa nyeri, nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini. Sehingga mekanisme aspirin sendiri dalam menangani nyeri adalah dengan penghambatan prostaglandin. Jika terjadi efek samping obat isoniasid (INH), neuritis perifer adalah efek samping yang paling sering timbul karena efisiensi piridoksin yang relative. Ini disebabkan karena suatu kompetisi INH dengan piridoksal fosfat untuk enzim apotriptofanase. Sebagian besar reaksi toksik diperbaiki dengan penambahan piridoksin. (catatan : INH dapat mencapai konsentrasi dalam air susu ibu yang cukup tinggi untuk menyebabkan suatu defisiensi piridoksin pada bayi kecuali si ibu diberikan vitamin tersebut), maka diberi tambahan vitamin B6 (piridoxin 100 mg/hari).
Apabila pengobatan sudah dipatuhi oleh pasien maka perlu adanya tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak,

Sedangkan bila pasien mengalami resistensi obat, maka dapat digunakan obat TB pilihan kedua yaitu:
Aminoglikosida
a.       Amikasin: toksisitas terhadap pendengaran dan fungsi ginjal, hanya digunakan bila kuman penyebab resistensi terhadap streptomisin dan kanamisin.
b.      Kanamisin : efek toksik umum ditemukan pada pasien yang mendapat 1 gram/hari, efek toksik cukup berat berupa paralisis, neuromuscular, depresi nafas, agranulositosis, tuli, anafilaksis, dan nefrotoksisitas.
c.       Kapreomisin : tinnitus, ketulian, proteinemia, silenduria, dan retensi nitrogen. Dapat terjadi leukositosis, leucopenia, urtikaria dan reaksi kulit, makulopapular dan demam obat. Obat ini dapat menyebabkan nyeri ditempat suntikan.
Golongan Tionamid
a.       Tersering adalah gangguan saluran cerna; anoreksia, mual, muntah, dan diare.
b.      Gangguan fungsi hati yang refersibel bila obat dihentikan.
Floroquinolon
a.       Tersering adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala dan pusing.
b.      Gangguan SSP berat: halusinasi, derilium, dan kejang.
c.       Artralgia dan pembengkakan sendi (KI: anak, dewasa muda, dan wanita hamil)
d.      Menghambat metabolism teofilin.
Sikoserin
Gangguan SSP: ngantuk, sakit kepala, tremor, vertigo, binggung, gelisah, iritabilitas, pesikosis dengan kecenderungan bunuh diri, gangguan penglihatan.
Asam para amino salisilat
a.       Efek samping yang sangat mengganggu, terutama pada saluran cerna.
b.      Hipotiroidisme, hipokalemia, kelainan kulit, dan gangguan fungsi hati.
(Manjoer, 2001)

Terapi non farmakologi, Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi), karena sinar matahari dapat membunuh bakteri penyakit TBC, bakteri bereaksi terhadap sinar matahari yang dalam waktu 10 menit bakteri ini dapat mati.  Memperbanyak istirahat (bedrest). Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.  Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal. Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru. Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.
KESIMPULAN

·         Pasien didiagnosa menderita TBC kategori 2, karena pasien sebelumnya telah mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberculosis).
·         Pengobatan untuk pasien dengan Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) adalah Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid, Etambutol, Streptomisin. Dan tahap lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid, Rifampicin, dan Pirazinamid.
·         Ditambah dengan Vitamin B6 untuk menghindari efek samping neuritis perifer dari INH.

 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Anonim, 2008, Informasi Spesialite Obat Indonesia, 309, ISFI, Jakarta
Anonim, 2008, Mims Indonesia, Edisi 8, 196, PT Info Master, Jakarta
Christina, Y., Frida, M., Gessy, P., 2009, Apa itu isoniazid?, http://yosefw.wordpress.com/2009/03/19/apa-itu-isoniazid/, diakses tanggal 28 November 2010
Depkes RI, 2007, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi II, Bakti Husada, Jakarta
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Media Aesculapius FKUI, Jakarta
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Media Aesculapius FKUI, Jakarta
Sukandar, E.Y., dkk, 2008, Iso Farmakoterapi, PT ISFI penerbitan, Jakarta
Tjay, Toan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Gramedia, Jakarta