Jumat, 11 Februari 2011

Farmakoterapi Endokrin


 FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 

DIABETES MILITUS

disusun Oleh:

Devi Nisa Hidayati     (075010391)
Nggonimah Nurbaeti  (075010392)
Yayun Asih Pratiwi     (075010395)
Meita Rafika Fitriana  (075010397)
Irawan Sukma            (075010400)

 
PRAKTIKUM I
DIABETES  MELLITUS

I.             Tujuan
Mahasiswa dapat mengevaluasi terapi pada penyakit diabetes mellitus dengan obat.

II.          Pendahuluan
            Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan kesehatan di mana kadar gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. Diabetes Mellitus / DM dikenal juga dengan sebutan penyakit gula darah atau kencing manis yang mempunyai jumpah penderita yang cukup banyak di Indonesia juga di seluruh dunia.
            Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan diubah menjadi glokosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada orang yang menderita kencing manis, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi yang nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat negatif atau merugikan.
Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Dengan demikian air seni penderita kencing manis akan mengandung gula sehingga sering dilebung atau dikerubuti semut. Selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi / tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus dan lapar, sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal, dan sebagainya. Kandungan atau kadar gula penderita diabetes saat puasa adalah lebih dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari 200 mg/dl. Pada orang normal kadar gulanya berkisar 60-120 mg/dl.
            Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini adalah gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk / gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh karena pembusukan. Oleh sebab itu sangat dianjurkan melakukan perawatan yang serius bagi penderita serta melaksanakan / menjalani gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang sudah sakit.
            Terdapat dua tipe diabetes mellitus, DM tipe 1 adalah di mana tubuh kekurangan hormon insulin atau istilahnya Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 di mana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya atau istilahnya Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
            Diabetes bukan 100% penyakit turunan. Diabetes melistus bisa disebakan riwayat keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa terkena penyakit kencing manis baik tua maupun muda. Waspada bagi anda yang memiliki orang tua yang merupakan pengidap diabetes, karena anda akan juga memiliki bakat gula darah jika tidak menjalankan gaya hidup yang baik.
            Resiko terkena diabetes dapat dikurangi dengan mengatur pola makan yang sehat, rajin olahraga, tidur yang cukup, menghindari rokok mirasantika dan lain sebagainya. Bagi anda yang sudah terkena diabetes sebaiknya berolahraga setiap pagi, makan makanan yang bergizi rendah karbohidrat dan lemak namun tinggi protein, vitamin dan mineral. Perbanyak makan sayuran dan makanan berserat tinggi lainnya. Rajin-rajin memeriksakan kandungan gula darah anda dan menginjeksi insulin ke dalam tubuh dan minum obat jika diperlukan sesuai petunjuk dokter secara teratur. Dengan begitu anda dapat menghindar dari resiko efek yang lebih parah.
            Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang membahayakan jiwa maupun mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Komplikasi akut
1.      Komplikasi akut yang paling berbahaya adalah terjadinya hipoglikemia (kadar gula darah sangat rendah), karena dapat mengakibatkan koma (tidak sadar) bahkan kematian bila tidak cepat ditolong. Keadaan hipoglikemia ini biasanya dipicu karena penderita tidak patuh dengan jadwal makanan (diit) yang telah ditetapkan, sedangkan penderita tetap minum obat anti diabetika atau mendapatkan infeksi insulin. Gejala-gejala terjadinya hipoglikemia adalah rasa lapar, lemas, gemetar, sakit kepala, keringat dingin dan bahkan sampai kejang-kejang.
2.       Koma pada penderita DM juga dapat disebabkan karena tingginya kadar gula dalam darah, yang biasanya dipicu adanya penyakit infeksi atau karena penderita DM tidak minum obat/mendapatkan insulin sesuai dosis yang dianjurkan. Gejala dari hiperglikemia adalah rasa haus, kulit hangat dan kering, mual dan muntah, nyeri abdomen, pusing dan poliuria.
Karena sulit untuk membedakan komplikasi karena hipo atau hiperglikemia, maka dianjurkan kalau ada gejala-gejala seperti diatas pada penderita DM, lebih baik segera ditolong dengan diberikan air gula atau permen, kemudian penderita segera dikirim ke Rumah Sakit.
Komplikasi Kronis
Bila sudah terjadi komplikasi yang mengakibatkan tingginya kadar gula darah dalam waktu lama seperti gangguan pada saraf, mata, hati, jantung, pembuluh darah dan ginjal, selain upaya menurunkan kadar gula darah dengan obat antibiotik/insulin dan terapi diit, perlu pengobatan untuk komplikasinya. Diit juga ditujukan untuk mengurangi/menyembuhkan komplikasi tersebut (misalnya kadar kolesterol juga tinggi, diit diarahkan juga untuk menurunkan kadar kolesterol tersebut).
Pengobatan :

Bila hasil laboratorium gula darah tidak terlalu jauh dari angka normal , maka dokter akan menganjurkan diet rendah kalori   terlebih dahulu dan olah raga secara teratur.
Bila telah melakukan diet dan olah raga kadar gula darah masih  juga tinggi ,maka biasanya  dokter akan memberikan obat anti diabet atau OAD.
 Obat-obat Diabet yang beredar dipasaran al : Daonil , Amaryl  Glucophage  , Diamicron dsb.



BAB II
ANALISA KASUS


A.    Uraian Kasus
Seorang pasien Ny. G (65 thn, BB 70kg, TB 155 cm) dibawa kerumah sakit karena pingsan. Ny.G didiagnosa Diabetes Mellitus sejak 12 tahun yg lalu dan sering mengeluh penglihatannya kabur, sering lapar, gemetar karena dingin. Ny. G memeriksakan kadar gula darahnya 3 hari yang lalu dengan hasil puasa: 250 mg%, PP : 350 mg%. Ny.G tidak bersedia diterapi dengan insulin dan selama 3 hari ini obat yang digunakan adalah glucovance 500/5 (3x1), asetosal 80 (1x1). Hasil pemeriksaan darah :KGD 300 mg%, keton total 30 M/L, pH darah 6,9 dan HCO3 12 mEq/L serta osmolaritas 350 mOsm.
      Pertanyaan:
1.      Bagaimana penyelesaian kasus diatas?
2.      Apa obat pilihan dan alternatife kasus diatas?
3.      Bagaiman monitoring dan follow up yang dialkukan?

B.     Penyelesaian Kasus
Penatalaksanaan terapi pada kasus diatas dilakukan dengan menggunakan metodee SOAP (Subjektiv, Objektive, Assesment dan Plan) uaraiannya adalah sebnagai berikut:

v  Subjective
Nama                           : Ny. G
Umur                           : 65 tahun
Jenis Kelamin              : 155cm/70 kg
TB/BB                         : Penglihatan Kabur, sering lapar, gemetar, dan keringat dingin
Riwayat Penyakit        : Diabetes Melitus
Riwayat pengobatan   : Glucovance 500/5 (3x1)
                                      Asetosal 80 (1x1)





v  Objective
Data-data klinis pasien tersaji pada tabel berikut ini :
Pemeriksaan
Data Pasien
Data Normal
Keterangan
Kadar Gula Darah
300 mg%
140 mg/100 ml
Meningkat
Keton
30 M/L
5 mEq/L
Meningkat
pH darah
6,9
7,35-7,45
Meningkat
HCO3
12 mEq/L
24 mEq/L
Menurun
Osmolaritas
350 mOsm
280-300 mOsm/Kg
Meningkat

v  Assesment
Berdasarkan keluhan dan data klinis pasien di diagnosa mengalami diabetes mellitus tipe II dengan komplikasi retinopati dan ketoasidosis.

v  Plan
TUJUAN TERAPI :

Ø  JANGKA PENDEK
·         Menurunkan KGD pada batas normal (140 mg/100 ml)
·         Mengatasi gejala yaitu sering lapar, sering haus, sering kencing dan terjadinya ketoasidosis.
·         Memulihkan keadaan pasien kembali normal.

Ø  JANGKA PANJANG
·         Menjaga KGD normal untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut terutama keparahan retinopati dan ketoasidosis.
·         Memperpanjang usia harapan hidup

SASARAN TERAPI
Ø  Menurunkan kadar glukosa darah
Ø  Meminimalkan gejala
Ø  Mencegah komplikasi lebih lanjut



SRATEGI TERAPI
Ø  Terapi Farmakologi
·         Insulin                         : IV insulin 0,1 u/kg/jam, dilanjutkan hingga asidosis mencapai (pH > 7,3 dan HCO3 > 15) ditambahkan hingga 0,05 u/kg/jam.
·         Infuse NaCl 0,9 %      : Infuse IV 20 ml/kg/jam

Ø  Terapi Non Farmakologi
·         Menghindari makanan yang mengandung lemak dan kolesterol tinggi, seperti daging, produk susu full cream, kuning telur, mentega.
·         Diet, membatasi konsumsi makanan yang mengandung tinggi gula dan karbohidrat, seperti permen, minuman bersoida, coklat. Sebagai alternative gunakan minuman (susu) yang diformulasikan khusus untuk penderita Diabetes Mellitus.
·         Menghindari stress fisik dan mental.
·         Berolahraga secara rutin, seperti jogging minimal 3x seminggu selama kurang lebih ½ jam.
·         Cukup istirahat dan tidur.
·         Memeriksakan kesehatan mata secara teratur, untuk mengetahui perkembangan retinopati diabetik.

ANALISIS RASIONALITAS TERAPI
Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan dengan empat kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, dan waspada dengan efek samping obat (4T1W). berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan:

1.      Tepat Indikasi
Nama obat
Indikasi
Mekanisme aksi
Keterangan
Insulin
DM yang memerlukan insulin
Mengatur utilisasi glukosa oleh sel sebagai sumber energy, menurunkan gula darah dengan jalan menstimuli perubahan glukosa menjadi glikogen di hati dan di otot, dengan demikian insulin menjaga kadar glukosa darah tidak terlampau tinggi dengan menhambat glukoneogenesis dalam hati dengan jalan merintangi pelarut glikogen.
Tepat indikasi
Infus NaCl
Mengembalikan keseimbangan elektrolit
Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na +  lebih rendah dibandingkan serum),  sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan dalam keadaaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya: pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretic, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetic.
Tepat indikasi






2.      Tepat obat
Nama obat
Alas an sebagai “drug of choice”
Keterangan
Insulin
Untuk mengatasi keadaan DM yang memerlukan insulin, pada keadaan khusus seperti kehamilan, dan ketoasidosis.
Tepat obat
Infus NaCl
Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit dan mengembalikan kondisi osmolaritas pasien.
Tepat obat

3.      Tepat pasien
Nama obat
Kontra indikasi
keterangan
Insulin
Hipoglikomia, insulinoma
Tepat pasien
Infus NaCl
Hipernatremia, asidosis, hipokalemia
Tepat pasien

4.      Tepat dosis
Nama obat
Dosis standart
Dosis yang direkomendasikan
Keterangan
Insulin
IV insulin 0,1 u/kg/jam
IV insulin 0,1 u/kg/jam, dilanjutkan hingga asidosis mencapai (pH > 7,3 dan HCO3 > 15) ditambahkan hingga 0,05 u/kg/jam.

Tepat dosis
Infus NaCl
NaCl 0,9% Infuse IV 10-20 ml/kg/jam
Infuse IV 20 ml/kg/jam
Tepat dosis

5.      Waspada efek samping obat
Nama obat
Efek samping obat
Saran
Insulin
Hipoglikemia, gangguan visual temporer, jarang terjadi : alergi dan lipoartrofi. Edema.
Hipoglikemia dapat terjadi karena overdose atau tidak/ terlalu lambat makan setelah injeksi, maka perlu dijaga kepatuhan pasien.
Infus NaCl
Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, thrombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan, extravasasi.
Jika terjadi tromboplebitis maka diberikan preparat flebitis seperti trombogel.


MONITORING DAN RENCANA TINDAK LANJUT (FOLLOW UP)
Ø  Monitoring secara ketat terhadap kadar gula darah pasien setelah diterapi dengan insulin jika kadar gula darah telah normal kembali maka terapi dapat diganti dengan antidiabetik oral, seperti golongan thiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon), karena pasien merupakan penderita DM tipe  II yang tidak memerlukan terapi insulin seumur hidup dan obat golongan ini dapat meningkatkan sensitifitas reseptor untuk mensintesis insulin. Dan diterapi sesuai dengan algoritma pengobatan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi.
Ø  Monitoring juga perlu dilakukan terhadap kadar gula darah pasien dengan pemeriksaan HbA1c dimana jenis pemeriksaan ini dapat mendeteksi kadar glukosa darah selama tiga bulan yang lalu sehingga hasil pemeriksaan ini dapat dijadikan patokan untuk pengendalian kadar gula darah yang baik selama tiga bulan.  
Ø  Monitoring terhadap data-data klinis pasien (KGD, keton, HCO3, PH darah. Dan Osmolaritas).
KIE (Konsultasi, Informasi dan Edukasi kepada pasien)
Ø  Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai, dan cara pengguanaan obat.
Ø  Memberikan edukasi kepada pasien mengenai cara pengguanaan insulin yang tepat dan mengenai dosis insulin yang harus diinjeksikan karena jika berlebihan akan menyebabkan hipoglikemia.
Ø  Memberikan informasi kepada pasien, dimana diabetes cenderung mengalami kondisi dimana kadar gula darah terlalu rendah (hipoglikemia) akibat penggunaan insulin atau karena kurang makan. Kondisi ini dapat membuat pasien merasa gemetar, pusing, berkeringan dingin, lapar, sakit kepala,  kulit pucat, emosi labil, sulit memusatkan perhatian, binggung atau rasa kesemutan disekeliling mulut.
Ø  Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
Ø  Memberikan informasi kepada pasien untuk senantiasa mengimbangi terapi farmakologi dengan terapi non farmakologi untuk menunjang proses pemulihan.
Ø  Memberikan informasi kepada pasien dimana jika diabetes semakin memburuk selama terapi, maka anjurkan pasien untuk control kembali ke dokter.
 
BAB III
PEMBAHASAN


Pada praktikum ini akan dibahas mengenai penyakit diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolik dimana ditemukan ketidakmampuan untuk mengoksidasi karbonhidrat, akibat gangguan pada mekanisme insulin yang normal, akibatnya timbul keadaan hiperglikemia, glikosuria, poliuria, rasa haus, rasa lapar, badan kurus, dan lemah. Insulin merupakan suatu hormone yang dihasilkan oleh pancreas, yang diperlukan untuk menguraikan gula darah dan mengubahnya menjaadi energy. Pada keadaan dimana tubuh tidak menghasilkan cukup insulin, maka akan terjaadi peningkatan kadar gula darah.
Sesuai kasus serta penatalaksanaan terapi untuk kasus diabetes mellitus diatas dilakukan dengan metode SOAP dimana berdasarkan keluhan dan gejalanya serta data klinik dari pasien didiagnosa menderita DM tipe 2 dengan ketoasidosis. Pada kasus ini pasien didiagnosa menderita DM tipe 2 karena penyakit diabetes yang diderita pasien dimulai pada usia lanjut dan pasien mengalami kelebihan berat.

BMI (kg/m²)
Status Bobot
BMI < 15.0
BMI < 17.5
15.0 ≤ BMI < 18.5
18.5 ≤ BMI < 25.0
25.0 ≤ BMI < 30.0
30.0 ≤ BMI < 40.0
BMI > 40.0
Starvation
Anoreksia
Kekurangan berat
Ideal
Kelebihan berat
Obesitas
Sangat obesitas

Setelah dihitung pasien mempungai BMI = 29, 1 yang mana pasien mengalami kelebihan berat.
 Pasien juga mengalami ketoasidosis yang ditunjukkan oleh hasil pemeriksaan laboratorium terhadap darah pasien, dimana kadar keton dalam darah adalah 30 M/L (normalnya : 5 MEq/L). Ketoasidosis merupakan komplikasi akut dari diabetes mellitus, yang terjadi disebabkan karena kadar glukosa pada darah sangat tinggi. Berbeda dengan diabetes mellitus tipe 1, pada diabetes melitus tipe 2, ketoasidosis terjadi pada keadaan-keadaan tertentu, hal ini karena biasanya penderita diabetes mellitus tipe 2 lebih sering mengalami koma hiperosmolar non ketotik. Penyebab terjadinya ketoasidosis dikaitkan dengan kadar hormon insulin pada darah yang rendah. Insulin diperlukan pada proses penyerapan nutrisi agar gula dapat masuk ke dalam sel guna didistribusikan ke seluruh tubuh untuk dijadikan sumber energi, ketika kadar hormon insulin  dalam darah ditingkat yang rendah, maka gula tidak dapat masuk kedalam sel untuk diproses menjadi sumber energi. Jika demikian, tubuh akan mengkompensasikannya dengan cara menggunakan lemak sebagai sumber energi alternatif.
Namun karena penggunaan lemak tidak dapat sempurna dibakar, maka akan dihasilkan suatu zat yang disebut badan keton. Ketika kondisi tubuh mengalami kondisi dehidrasi, maka akan menimbulkan gejala-gejala antara lain rasa haus dan mulut kering yang merupakan tanda khas dari kadar glukosa darah yang tinggi. Terjadinya dehidrasi dan terbentuknya badan keton membuat darah menjadi lebih asam, keadaan darah yang menjadi lebih asam itu disebut ketoasidosis.
Terapi non farmakologi yang harus dilakukan oleh pasien untuk menunjang pemulihan pasien antara lain adalah dengan melakukan diet, membatasi konsumsi makanan yang mengandung tinggi gula dan karbohidrat, seperti permen, minuman bersoda, coklat. Sebagai alternatif gunakan minuman (misalnya susu) yang diformulasikan khusus untuk penderita diabetes, menghindari makanan yang mengandung lemak dan kolesterol tinggi, seperti daging, produk susu full cream, kuning telur, dan mentega, menghindari stress fisik dan mental, berolahraga secara rutin, seperti jogging minimal 3 kali seminggu selama ± ½ jam, berolahraga merupakan salah satu penatalaksanaan utama dalam menurunkan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 karena adanya efek sinergistik dari aktivitas fisik dengan pengeluaran insulin. Efek sinergistik kontraksi otot skelet dengan insulin meningkatkan penggunaan glukosa ke dalam sel sehingga terjadi peningkatan aliran darah di dalam otot maupun transportasi glukosa ke dalam sel otot. Selain itu pasien harus cukup beristirahat dan tidur, dan  memeriksakan kesehatan mata secara teratur, untuk mengetahui perkembangan retinopati diabetik.
Analisis terapi farmakologi dilakukan dengan metode 4T 1W (tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada efek samping). Terapi farmakologi yang diberikan kepada pasien telah memenuhi kriteria 4T1W.
Pada awalnya pasien menggunakan obat Glucovance yang merupakan kombinasi antara glibenklamid (golongan sulfonylurea) dan metformin (golongan biguanid), selain itu pasien juga menggunakan obat asetosal. Berdasarkan penelitian pasien yang diterapi dengan kombinasi sulfonilurea dan asetosal (aspirin) cenderung akan mengalami hiperosmolaritas. Pada kasus ini berdasarkan data klinik, pasien juga menderita hiperosmolaritas sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi ini disebabkan oleh penggunaan obat glucovance dan asetosal secara bersamaan.  
Sehingga terapi farmakologi untuk mengatasi diabetes pada pasien ini diberikan terapi insulin secara intravena yang mana insulin digunakan sebanyak 0,1 u/kg/jam dilanjutkan hingga asidosis mencapai (pH > 7,3 dan HCO3 > 15) ditambahkan hingga 0,05 u/kg/jam sampai dapat diganti dengan penggunaan Sc insulin (sesuai algoritma Management Of Pediatric Patients). Dipilih IV karena psaien dalamkondisi pingsan sehingga pasien tidak dapat menggunakan pengobtan oral, disamping itu nilai kadar gula darah pasien yang cukup tinggi (300 mg% ) yang sudah harus diterapi dengan insulin. Selain itu, pasien juga diberi infus NaCl 0,9 % sebanyak 10-20 ml/kg/jam. Dan untuk mengatasi kondisi hiperosmolaritas diberikan infus NaCl yang merupakan cairan hipotonik, dimana osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan dengan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Selain itu pemberian infus NaCl juga berfungsi untuk mengembalikan kondisi pasien kembali normal (dari kondisi pingsan) dan untuk menormalkan elektrolit. Terapi penjagaan pada pasien sebelumnya dilakukan cek kadar gula darah dengan pemeriksaan HbA1C (Hemoglobin A1C) dimana jenis pemeriksaan ini dapat mendeteksi kadar glukosa darah selama 3 bulan yang lalu sehingga hasil pemeriksaan ini dapat dijadikan patokan untuk pengendalian kadar gula darah yang baik selama 3 bulan.
Dengan melihat algoritma pengobatan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi sesuai dengan kadar HbA1C apabila didapatkan kadar kurang dari 6,5 maka tidak perlu adanya pengobatan, hanya melanjutkan perubahan gaya hidup. Jika ditemukan kadar 6,5 – 7 maka dapat diterapi menggunakan Metformin/ α-glukosida inhibitor/ Tiazolidindion. Dan untuk kadar 7-8 digunakan terapi kombinasi oral. Serta dihasilkan kadar 8-10 digunakan terapi kombinasi oral dan insulin. Jika > 10 pasien tetap menggunakan terapi insulin.
Konsultasi, informasi dan edukasi yang harus diberikan kepada pasien terutama adalah edukasi mengenai kemanfaatan insulin karena mengingat pasien pada awalnya tidak mau diterapi dengan insulin. Dan memberikan informasi mengenai cara penggunaan insulin ketika telah keluar dari rumah sakit.
Komplikasi penyakit diabetes mellitus dibagi menjadi komplikasi akut dan kronis. Komplikasi akut antara lain keadaan pingsan, hipoglikemia, ketoasidosis dan hiperosmolaritas. Sedangkan komplikasi kronis antara lain adalah retinopati, neuropati dan nefropati. Pada kasus ini pasien mengeluhkan penglihatan yang sering kabur, hal ini kemungkinan telah terjadi komplikasi retinopati, mengingat pasien telah menderita diabetes selama 12 tahun sehingga mungkin saja komplikasi ini telah terjadi. Penatalaksanaan adalah dengan pengendalian kadar gula darah dalam batas normal dan pasien dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan mata secara teratur, untuk mengetahui perkembangan retinopati diabetik.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

I.     Kesimpulan
Ø Pasien Ny. G (65 tahun TB/BB : 155 cm/70 kg) di diagnosis menderita diabetes mellitus tipe 2 dengan ketoasidosis.
Ø Terapi farmakologi yang diberikan adalah Insulin        IV insulin 0,1 u/kg/jam, dilanjutkan hingga asidosis mencapai (pH > 7,3 dan HCO3 > 15) ditambahkan hingga 0,05 u/kg/jam. dan pemberian infuse NaCl 0,9% Infuse IV 20 ml/kg/jam
Ø Penanganan awal pasien dititik beratkan pada penanganan pingsan karena ketoacidosis (coma diabetikum) dengan pemberian insulin intrvena dan pemberian infus NaCl 0,9%.
Ø Monitoring dan rencana tindak lanjut (follow up) yang dilakukan selama terapi adalah monitoring secara ketat terhadap kadar gula darah pasien setelah diterapi dengan insulin.

II.  Saran
Ø Monitoring juga perlu dilakukan terhadap kadar gula darah pasien dengan pemeriksaan HbA1C (Hemoglobin A1C) dimana jenis pemeriksaan ini dapat mendeteksi kadar glukosa darah selama 3 bulan yang lalu sehingga hasil pemeriksaan ini dapat dijadikan patokan untuk pengendalian kadar gula darah yang baik selama 3 bulan. Dan terapi penjagaan dilakukan setelah diketahui kadar nilai HbA1C.
 
DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar