FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
Devi Nisa Hidayati (075010391)
Nggonimah Nurbaeti (075010392)
Yayun Asih Pratiwi (075010395)
Meita Rafika Fitriana (075010397) BAB I
PENDAHULUAN
I. Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa mampu memahami dan mengevaluasi penatalaksanaan terapi pada penyakit diare spesifik, akut dan kronis.
II. Dasar Teori
A. Definisi
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain, seperti diuraikan dibawah ini (Yun diarrea: mengalir melalui). Kasus ini banyak terdap dinegara-negara berkembang dengan standart hidup yang rendah, dimana dehidrasi akibat diare merupakan salah satu penyebab kematian penting pada anak-anak (Tjay, 2007).
Diare juga bisa diartikan peningkatan jumlah ( tiga kali atau lebih) atau penurunan konsistensi dari tinja (menjadi lunak atau cair) dalam waktu 24 jam. Diare dapat dibagi menjadi akut (kurang dari 14 hari) dan persisten (lebih dari 14 hari) dan kronik (lebih dari 1 bulan).
B. Patofisiologi
Diare terjadi bila terdapat gangguan transpor terhadap air dan elektrolit pada
saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan:
1) Osmolalitas intraluminer yang meninggi, disebut diare osmotik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik.
3) Absorbsi elektrolit berkurang.
4) Motilitas usus yang meninggi/hiperperistalsis, atau waktu transit yang pendek.
5) Sekresi eksudat disebut diare eksudatif.
Diare yang terjadi pada penyakit tertentu atau yang disebabkan suatu factor etiologi tertentu, biasanya timbul oleh gabungan dari beberapa mekanisme tersebut di atas. Sebagai contoh diare yang terjadi pada penyakit Crohn timbul sebagai sebagai diare osmotik karena malabsorbsi, juga diare eksudatif karena proses inflamasi dan peninggian motilitas usus karena volume isi usus yang banyak akibat mekanisme osmotik dan eksudatif tersebut.
a) Diare Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa hal sebagai berikut, yang dapat dipandang pula sebagai penyebab diare osmolitik:
(1) Keadaan intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap.
(2) Waktu pengosongan lambung yang cepat.
(3) Sindrom malabsorpsi atau kelainan absorpsi intestinal.
(4) Defisiensi enzim pencernaan.
Diare osmotik timbul pada pada pasien yang saluran ususnya yang terpapar dan tidak mampu menangani beban hiperosmolar, yang biasanya terdiri dari karbohidrat. Diare ini disebabkan oleh pengangkutan air melewati dinding usus ke dalam lumen yang mempertahankan keseimbangan osmotik diantara dinding dan lumen usus. Tempat utama berkumpulnya cairan terjadi didalam duodenum dan jejenum. Sebenarnya ileum dan kolon mereabsorbsi sejumlah cairan, tetapi jumlah keseluruhan yang diekskresikan secara pasif oleh usus halus lain melebihi kapasitas reabsorbsi kombinasinya.
b) Diare sekresi
Diare sekresi timbul bila colon aktif mensekresikan cairan. Pasien pada diare ini tidak menderita nyeri atau demam, tetapi mengeluarkan tinja seperti air dalam jumlah banyak, lebih dari 1 liter/hari. Organisme yang menimbulkan diare sekresi melepaskan toksin atau senyawa lain yang menyebabkan usus halus aktif mensekresiksn cairan dalam jumlah besar.
c) Diare eksudatif
Diare ini terjadi pada kolitis ulserosa dan pada penyakit Crohn. Selain itu diare pada amebiasis, shigelosis, kampilobakter, yersinia dan infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta mucus.
d) Motilitas Abnormal
Perubahan motilitas usus bisa menyebabkan gangguan digesti dan absorpsi.
e) Gangguan permeabilitas usus
Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifik sehingga permeablitas mukosa usus besar dan usus halus terganggu, jika permeabilitas terganggu maka absorbsi air pada usus halus dan usus besar kurang sehingga terjadi diare.
C. Etiologi
diare diantaranya Vibrio cholerae, E.coli, virus Shigella, Campilobacter, Salmonella dan lain-lain. Makanan yang potensial dihinggapi kuman adalah jenis makanan yang telah lama dimasak, tetapi tidak langsung dihidangkan. Pertumbuhan kuman menjadi sangat cepat apabila tempat penyimpanan dan lingkungan disekitar makanan yang tidak higienis.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas. Infeksi virus: Adenovirus, Rotavirus, Enterovirus dan lain-lain.
b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi (malabsorbsi karbohidrat, lemak)
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas (Mansjoer et al., 2000).
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, parasit maupun virus. Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah toksin dan obat, atau berbagai kondisi lain. Beberapa kuman yang menjadi penyebab diare diantaranya Vibrio cholerae, E.coli, virus Shigella, Campilobacter, Salmonella dan lain-lain. Makanan yang potensial dihinggapi kuman adalah jenis makanan yang telah lama dimasak, tetapi tidak langsung dihidangkan. Pertumbuhan kuman menjadi sangat cepat apabila tempat penyimpanan dan lingkungan disekitar makanan yang tidak higienis.
Diare kronik berarti diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal diare. Batasan waktu 15 hari tersebut semata-mata suatu kesepakatan, karena banyaknya usul untuk menentukan batasan waktu diare kronik.
Shigella terdapat kelompok spesies diantaranya S.dysenteriae, S.flexneri, S.boydii dan S.sonnei, yang tersering dijumpai di daerah tropis adalah S.dysentriae dan S.flexneri sedangkan S.sonnei lebih banyak dijumpai di tempat industri. Shigella adalah sangat ganas bagi manusia dan terkenal dapat menyebabkan disentri basil yang sifatnya sangat akut. Campylobacter merupakan penyebab diare kuman yang ditemukan dalam tinja selama berlangsungnya penyakit dan menghilang pada saat penyembuhan, kadang terdapat pula dalam biakan darah penderita. Gejala penyakit ini adalah demam, diare, tinja berdarah dan muntah.
D. Manifestasi klinik penyakit
Diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis. Umumnya episode diare akut hilang dalam waktu 72 jam dari onset. Diare kronis melibatkan serangan yang lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang (Sukandar, 2008)
Pasien dengan diare akut akibat sering mengalami nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, demam, dan diare. Terjadinya renjatan hipovolemik harus dihindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernafasan lebih cepat dan dalam (pernafasan kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (> dari 120 X permenit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung esterimitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat timbul penyakit berupa nekrosis tubular akut (Manjoer, 2000)
Untuk diare yang tidak dapat dijelaskan, terutama pada situasi kronis dapat dilakukan pemeriksaan parasit dan ova pada feses, darah, mukus, dan lemak. Selain itu juga dapat diperiksa osmolaritas feses, pH, dan elektrolit (Sukandar, 2008).
E. Diagnosa
Langkah-langkah diagnosis sebagai berikut:
1. Anamnesis
Anamnesis yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:
(1) Umur
(2) Jenis kelamin
(3) Frekuensi diare
(4) Lamanya diare
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
(1) Tinja
(2) Darah
(3) Kultur tinja maupun darah
(4) Serologi
4. Endoskopi
F. Tujuan terapi
Tujuan daripada pengobatan diare akut secara objektif ialah :
ü Mencegah dehidrasi, jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi
ü Mengobati dehidrasi, jika ada
ü Mencegah kerusakan nutrisi, dengan memberi makanan selama dan setelah dehidrasi,dan
ü mengurangi durasi dan keparahan diare, dan timbulnya pada episode mendatang, dengan memberikan suplemen zinc.
ü Mengatur diet
ü mencegah pengeluaran air berlebihan, elektrolit, dan gangguan asam basa.
ü Menyembuhkan gejala.
ü Mengatasi penyebab diare
ü Mengatur gangguan sekunder yang menyebabkan diare
G. Obat-obatan yang biasa dipakai dalam penatalaksanaan penyakit
Tatalaksana dan pengobatan diare tergantung penyebabnya, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang merupakan tindakan penanganan terpenting pada muntah dan diare akut. Pada berbagai kasus hanya tindakan ini yang diperlukan. Penggantian cairan dan elektrolit harus diberikan secara intravena. Pada penderita-penderita dehidrasi berat, syok hipovolemik dan muntah hebat, pemberian cairan dan elektrolit harus didasarkan atas hasil tes-tes laboratorium. Kebanyakan kasus penyakit diare akut, fungsi pencernaan usus tetap normal, maka penggantian cairan secara per oral cukup berguna bagi penderita yang tidak muntah dan tidak mengalami dehidrasi berat. Gula (glukosa atau fruktosa) harus disertakan pula dalam larutan elektrolit untuk memberikan cukup kalori dan meningkatkan absorbsi.
Garis besar pengobatan diare dapat dibagi dalam:
1. Pengobatan kausal
Pegobatan yang tepat terhadap kasus diare diberikan setelah mengetahui penyebabnya yang pasti, antibiotika baru boleh diberikan kalau dalam pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan bakteri patogen, pemeriksaan untuk menemukan bakteri ini kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat, maka antibiotik dapat diberikan dengan memperhatikan unsur-unsur penderita, perjalanan penyakit dan sifat tinja.
Antibiotika yang digunakan pada kasus diare akut:
Tabel 1. Antibiotik pada Diare Akut
| Obat | Dosis (per hari) | Jangka waktu | |
Kolera eltor | Tetrasiklin | 4x500 mg | 3 hari | |
| Kotrimoksazol | 2x3 tab (awal) | | |
| | 2x2 tab | 6 hari | |
| Kloramfenikol | 4x500 mg | 7 hari | |
E.coli | Tidak memerlukan | | | |
| terapi | | | |
Salmonelosis | Ampisillin | 4x1 g | 10-14 hari | |
| Kotrimoksazol | 4x500 mg | 10-14 hari | |
| Siprofloksasin | 2x500 mg | 3-5 hari | |
Shigelosis | Ampisillin | 4x1 g | 5 hari | |
| Kloramfenikol | 4x500 mg | 5 hari | |
Amebiasis | Metronidazol | 4x500 mg | 3 hari | |
| Tinidazol | 1x2 g | 3 hari | |
| Secnidazol | 1x2 g | 3 hari | |
| Tetrasiklin | 4x500 mg | 10 hari | |
Giardiasis | Kuinakrin | 3x100 mg | 7 hari | |
| Klorokuin | 3x100 mg | 5 hari | |
| Metronidazol | 3x250 mg | 7 hari | |
Kandidosis | Mikostatin | 3x500.000unit | 10 hari | |
Virus | Simtomatik | dan | | |
| suportif | | | |
(Mansjoer et al., 2000).
Tabel 2. Antibiotik pada Diare Kronik
Etiologi | Obat | Dosis (per hari) | Jangka waktu |
Shigella sp | Ampisillin | 2x1 g | 5-7 hari |
| Kotrimoksazol | 2x2 tab | 5-7 hari |
| Siprofloksasin | 2x500 mg | 5-7 hari |
| Tetrasiklin | 4x500 mg | 5-7 hari |
H. Jejuni | Eritromisin | 4x250-500 mg | 5-7 hari |
| Siprofloksasin | 2x500 mg | 5 hari |
Salmonelosis | Kloramfenikol | 4x500 mg | 14 hari |
| Peflasin | 1x400 mg | 7hari |
| Siprofloksasin | 2x500 mg | 7 hari |
C.difficile | Vancomisin | 4x125 mg | 7-10 hari |
| Metronidazol | 3-4x1, 5-2 g | 7-10 hari |
ETEC | Trimetoprim | 3x200 mg | 3 hari |
(Enterotoxigenic | Siprofloksasin | 1x500mg | 3 hari |
E.coli) | Kotrimoksazol | 2x2 tab | 3 hari |
Tuberkulosis | Rifampisin Pirazinamid Etambutol Streptomisin | 10 mg/kg BB 20-40 g/kgBB 15-25 mg/kgBB 15 mg/kgBB | Min. 9 bulan |
Jamur | | | |
Kandidosis | Nistatin | 3x500.000 U | 2-3 minggu |
Protozoa | | | |
Giardiasis E.histolytica | Kuinakrin Metronidazol Metronidazol | 3x100 mg 1x2 g 3x400 mg 3x800 mg | 7 hari 3-5 hari 7 hari 7 hari |
Cacing Ascaris Cacing tambang Tricuris trichiura | Pirantel pamoat Pirantel pamoat Mebendazol | 10-22 mg/kgBB (dosis tunggal max 1g) 10-22 mg/kgBB (dosis tunggal max 1g) 2x100 mg | 3 hari 3 hari 3 hari |
(Mansjoer et al., 2000).
2. Pengobatan simtomatik
Obat antidiare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional.
Tabel 3. Golongan Obat Antidiare
| Dosis | Dosis dewasa | |
Antimotilitas | | | |
Difenoxilat | 2,5 mg/tablet | 5 mg 4 kali sehari, jangan | |
| 2,5 mg/5 ml | melebihi 20 mg/hari | |
Loperamid | 2 mg/kapsul | Mula-mula 4 mg, kemudian 2 mg setelah diare, jangan melebihi 16 mg/hari | |
Paregorig | 1 mg/5ml, 2 mg/5ml | 5-10 ml, 1-4 kali sehari | |
Opium tincture | 5 mg/ml | 0,6 ml 4 kali sehari | |
Difenoxin | 1 mg/tablet | 2 tablet, kemudian 1 tablet | |
| | setelah diare, sampai 3 tablet per hari | |
Adsorben | | | |
Kaolin-pektin | 5,7 g kaolin+130,2 mg/30ml | 30-120 ml setelah diare | |
| | 2 tablet 4 kali sehari atau | |
Polycarbophy | 500 mg/tablet | setelah diare, jangan | |
| | melebihi 12 tablet per hari. | |
Attapulgit | 750 mg/15ml, | 1200-1500 mg setelah BAB | |
| 300 mg/7,5mL | atau setiap 2 jam sampai 9000 | |
| 750mg/tablet, | mg per hari | |
| 600 mg/tablet, | | |
| 300 mg/tablet | | |
Antisekretori | | 2 tablet or30 ml setiap 30 | |
Bismuth subsalisilat | 1050 mg/30 ml, | menit sampai 1 jam | |
| 262 mg/15 ml, 524mg/15ml, | jikadiperlukan sampai 8 dosis | |
| 262 mg/tablet | per hari | |
Enzymes(laktase) | 1250 neutral laktase unit 4 | 3-4 drops diberikan dengan | |
| drops 3300 laktase units per | susu atau produk dairy 1or 2 | |
| tablet | tablet | |
Bakteri pengganti | | 2 tablet atau 1 granul paket | |
(Lactobacillus | | 3- 4 kali sehari diberikan | |
ascorphilus, L. | | dengan susu, jus atau air | |
burgaricus) | | | |
Oktreotid | 0,05 mg/ml, | Mula-mula 50μg secara | |
| 0,1 mg/ml, | subkutan 1-2 kali per hari | |
| 0,5 mg/ml | | |
Dipiro, 2002
3. Pengobatan Cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat dehidrasi dan keadaan umum :
a. Cairan per oral pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang. Cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCl dan glukosa yang dikenal dengan nama oralit. Cairan yang tidak mengandung keempat komponen diatas, misalnya larutan garam-gula (LGG) dan beras-garam, air tajin, air kelapa disebut cairan rehidrasi oral (CRO) tidak lengkap.
b. Cairan parenteral pada umumnya digunakan cairan ringer laktat, formula tetesan yang saat ini dianjurkan adalah berdasarkan penatalaksanaan diare menurut WHO. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah, perubahan tanda-tanda rehidrasi.
Evaluasi sangat perlu karena jika tidak ada perbaikan sama sekali maka tatalaksana pemberian cairan harus diubah (kecepatan tingkat tetesan harus ditingkatkan). Sebaliknya kalau terdapat gejala overhidrasi, kecepatan tetesan harus dikurangi, setelah tanda dehidrasi hilang terapi pemeliharaan harus dimulai dengan jalan pemberian CRO dan makanan kembali diberikan.
Penatalaksanaan terapi pada diare menurut World Health Organization
(WHO) adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Tanda-Tanda Dehidrasi
| Tanpa dehidrasi | Dehidrasi sedang | Dehidrasi berat | |
Keadaan pasien | Baik | Gelisah | Lesu, tidak sadar | |
Mata | Normal | Cekung | Cekung | |
Rasa haus | Normal,tidak | Merasa | haus, | Kurang minum, |
| merasa haus | keinginan | untuk | atau tidak mampu |
| | minum besar | | untuk minum |
Kulit | Bila dicubit cepat | Bila dicubit, kulit | Bila dicubit, kulit | |
| kembali | kembali secara | kembali dengan | |
| | lambat | sangat lambat | |
Pengobatan | Pengobatan A | Pengobatan B | Pengobatan C | |
Cairan yang | <5% dari berat | 5-10% dari berat | >10% dari berat | |
berkurang | badan penderita | badan penderita | badan penderita |
Pengobatan diare akut (tanpa darah)
1. Mencegah dehidrasi
2. Mengobati dehidrasi yang sudah terjadi
3. Mencegah terjadinya malnutrisi
4. Mengurangi durasi dan keparahan diare dengan pemberian suplemen zinc.
BAB II
PENYELESAIAN KASUS
I. Uraian Kasus
Bapak BB (40 tahun) menderita diare. Selama seharian buang air besar (BAB) sebanyak 3 kali, mencret dan berlendir. Dia juga mengeluhkan mules diperutnya. Hasil pemeriksaan fisik :
TD : 117/80 (normal 120/80)
Nadi : 70x/menit (normal 60-100x/menit)
Tugor kulit : normal, ekstrimitas : hangat
Suhu badan : 37,5° C (normal 37° C)
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya leukosit dalam tinjanya.
Riwayat alergi : golongan betalaktam dan turunannya.
Pertanyaan :
1. Evaluasi kasus tersebut diatas!
2. Bagamana penatalaksanaan terapi yang cocok untuk kasus tersebut?
3. Evaluasilah kerasionalan obat yang anda pilih untuk terapi dari kasus tersebut diatas menurut pedoman 4T1W!
II. Penyelesaian Kasus (SOAP)
Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
v SUBYEKTIF
Nama : Bapak BB
umur : 40 thn
jenis kelamin : laki-laki
Keluhan :selama sehariaan buang air besar (BAB)
sebanyak 3 kali, mencret dan berlendir.
v OBYEKTIF
Jenis pemeriksaan | hasil | Nilai normal | keterangan |
Tekanan darah | 117/80 mmHg | 120/80 mmHg | normal |
Nadi | 70x permenit | 60-100 x permenit | normal |
Tugor kulit | Normal, | normal | normal |
Ekstrimitas | hangat | | |
suhu tubuh | 37,5 ˚ C | 37,0 ˚ C | Sedikit diatas normal |
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan adanya leukosit dalam tinjanya.
v ASSIGMENT
Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan laboratorium pasien mengalami diare spesifik yang mana adanya infeksi yang diakibatkan karena adanya bakteri, parasit dan virus yang dapat didiagnosa karena adanya leukosit dalam tinja pasien. Diare yang diderita pasien merupakan diare akut yang mana kejadiannya mendadak dan pasien mengalami kurang dari 2 minggu. Dan pasien tidak mengalami dehidrasi karena tidak adanya keluhan yang menandakan pasien termasuk kategori dehidrasi.
v PLANNING
ü TUJUAN TERAPI :
§ Mencegah dehidrasi
§ Menyembuhkan diare
§ Mencegah bertambah parahnya diare
§ Mencegah kekambuhan
ü SASARAN TERAPI
§ Mengatasi dehidrasi dengan pemberian cairan elektrolit
§ Menghilangkan faktor penyebab diare
ü STRATEGI TERAPI
(Algoritma terapi (Dipiro, 2002))
ü RENCANA TERAPI
Ø TERAPI NON FARMAKOLOGI
- memperbanyak meminum air putih
- menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi.
- menghindari soda dan minuman tinggi kadar glukosa.
Ø TERAPI FARMAKOLOGI
-Oralit 400ml setiap setelah BAB hingga konsistensi tinja pasien normal.
-tablet ciprofloxacin, 500 mg 2x sehari selama 5 hari, diminum sebelum makan.
Analisa kerasionalan obat
Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan dengan empat kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan:
1. Tepat Indikasi
NAMA OBAT | INDIKASI | MEKANISME | KETERANGAN |
Oralit | Untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi | Glukosa menstimulasi secara aktif transfor Na dan air melalui dinding usus. (Tjay, 2007). | Tepat indikasi |
ciprofloxacin | Mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap ciprofloxacin | Menghambat DNA gyrase bakterisid sehingga sintesa DNA kuman dapat dicegah (Sukandar, 2008). | Tepat indikasi |
2. Tepat obat
NAMA OBAT | Drug of choice | KETERANGAN |
oralit | Secara oral Diberikan pada pasien karena pasien masih dalam keadaan sadar. | Tepat obat |
ciprofloxacin | Harga lebih murah dibandingkan dengan obat gol quinolon lain. | Tepat obat |
3. Tepat pasien
NAMA OBAT | KONTRA INDIKASI | KETERANGAN |
Oralit | Obstruksi atau perforasi usus (Anonim, 2008) | Tepat pasien |
ciprofloxacin | Hipersensitiv terhadap golongan kuinolon. (Anonim, 2008) | Tepat pasien |
4. Tepat regiment obat
NAMA OBAT | REGIMENT STANDART | REGIMEN YANG DISARANKAN |
Oralit | Untuk dewasa 400 ml setiap setelah BAB (Sukandar, 2008). | Untuk dewasa 400 ml setiap setelah BAB sampai konsistensi tinja normal. |
ciprofloxacin | Oral 500 mg 2x sehari selama 1-5 hari. Sebelum makan (Thielman, 2004). | Oral 500 mg 2x sehari selama 5 hari. Sebelum makan |
5. Waspada Efek Samping
NAMA OBAT | EFEK SAMPING | KETERANGAN |
Oralit | Hiperkalemi dan hipernatremia (Anonim, 2008) | Gunakan pengenceran oralit dengan tepat |
ciprofloxacin | Kristaluria, hematuria (Tjay,2007 ) | Banyak minum air putih |
MONITORING DAN TINDAK LANJUT
Ø Monitoring terhadap terapi dilakukan setelah penggunaan antibiotik habis, yaitu dilakukan monitoring terhadap konsistensi tinja.
Ø Apabila terapi antibiotik tidak memberikan respon maka dilakukan monitoring terhadap pemeriksaan kultur tinja, untuk mengetahui bakteri yang menginfeksi, sehingga dapat digunakan antibiotik yang tepat dan spesifik.
Konsultasi, Informasi & Edukasi Pasien (KIE)
Ø Memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang harus diminum. Oralit digunakan untuk mengganti cairan tubuh. Di minum 400 ml (2 sachet), diminum setiap setelah BAB, sedangkan ciprofloxasin di gunakan untuk mengobati infeksi penyebab diare, diminum 2x sehari 1 tablet (500 mg) sebelum makan, dalam keadaan perut kosong. Makanan dapat mengurangi penyerapan ciprofloxacin. Ciprofloxacin harus diminum sampai habis.
Ø Memberikan informasi kepada pasien mengenai efek samping yang bisa muncul.
Ø Menyarankan kepada pasien untuk mematuhi terapi non farmakologi guna menunjang keberhasilan terapi.
Ø Bila belum membaik konsultasikan ke dokter.
Ø Memberitahukan kepada pasien cara pencegahan dan penatalaksanaan diare secara tepat agar tidak terulang kembali
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan assessment bahwa pasien mengalami disentri yang mana diagnosa ini timbul karena pasien mengalami mencret dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukannya adanya lendir dan leukosit dalam tinjanya. Gejala tersebut diperkirakan akibat adanya bakteri shigella. Namun untuk memastikan hal itu seharusnya dilakukan pengujian lebih lanjut. Adanya lendir dan darah disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan bersifat sekretorik oksidatif. Mules terjadi Karena adanya perubahan dalam gerakan cairan dan elektrolit yang menyebabkan osmolalitas luminal meningkat, peningkatan sekresi usus, motilitas usus diubah dan terjadi penurunan penyerapan cairan.
Tujuan terapi kami yang paling utama adalah mencegah dehidrasi terlebih dahulu, karena dehidrasi merupakan penyebab utama yang dapat mengakibatkan pasien mengalami kematian. Hal utama yang dianjurkan adalah pemilihan dalam mengatasi dehidrasi pasien, dalam kasus pasien tidak terlihat adanya gejala awal dari dehidrasi yaitu perasaan haus, mulut dan bibir kering, kulit menjadi keriput (hilang kekenyalannya), berkurangya air seni dan menurunnya berat badan, juga keadaan gelisah. Sehingga kami mengasumsikan pasien belum mengalami dehidrasi. Pasien masih dalam kondisi sadar dan masih sanggup beraktivitas sehingga pasien diberikan Oralit, dan apabila pasien sudah dalam kondisi dehidrasi berat pasien dapat diberi cairan Ringer Laktat, Bila larutan RL tidak tersedia maka dapat digunakan larutan NaCL 0,9%, akan tetapi kehilangan bikarbonat dan kalium yang terjadi pada pasien tidak terganti. Larutan dekstrosa sebaiknya tidak digunakan karena tidak mengandung elektrolit, sehingga tidak dapat mengganti kehilangan elektrolit dan mengkoreksi asidosis.
Diare yang terus menerus dapat mengakibatkan turunnya tekanan darah. Pada keadaan normal tubuh membutuhkan sistem syaraf pusat untuk menjaga tekanan darah normal. Disana terdapat keseimbangan antara system adrenalin dan syaraf vagus. Jika terjadi stimulasi berlebihan dari syaraf vagus, maka urat darah akan melebar, tidak cukup darah yang akan kembali ke jantung dan tekanan darah mungkin jatuh. Syaraf vagus berstimulasi ketika orang mendorong terlalu keras saat kencing atau BAB.
Pada kasus ini, pasien didiagnosa mengalami diare tanpa dehidrasi maka sesuai dengan dosis pencegahan untuk pasien dewasa diberikan 400 ml setiap kali setelah BAB (Buang Air Besar) yang mana dalam sediaan dapat digunakan 2 sachet oralit (1 sachet dilarutkan dalam 200 ml (1 gelas)) disarankan sampai tinja pasien mengalami konsistensi yang normal.
Pada penerapan pengobatan pasien tersebut kami memilih pengobatan secara empiris karena belum adanya penyebab pasti. Pengobatan empiris biasanya kita melihat terlebih dahulu kronologi kejadian pasien terserang diare, ada empat peristiwa yang mesti diperhatikan. Apakah pasien habis mengunjungi rumah sakit, apakah pasien habis berjalan-jalan, apakah pasien diduga mengalami infeksi karena giargia, apakah pasien mengalami gangguan imun yang berbeda karena adanya penyakit lain seperti HIV. Faktor penyebab seharusnya ditelusuri namun dalam kasus ini tidak ada keterangan pasti mengenai faktor-faktor penyebab. Untuk itu digunakan antibiotik ciprofloxasin yang merupakan golongan Fluoroquinolon. Obat golongan ini menghambat bakteri batang gram negatif termasuk enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.
Ada tiga obat golongan Fluoroquinolon yang diajukan pada tabel diatas sesuai dalam jurnal (Theilman. 2004) yaitu Norfloxacin, Ciprofloxacin, dan Levofloxacin. Namun lebih terpilihnya Ciprofloxacin dibanding yang lain karena :
Alasan pertama:
· Ciprofloxacin : Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan bakteri gram positif juga melawan gonococcus, mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae.
· Norfloxacin :Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk infeksi saluran kemih..
· Levofloxacin
Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.
Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.
Dengan tiga pengertian obat diatas, dalam pengatasan pengobatan seharusnya dimulai dari generasi yang paling kecil yakni generasi ketiga karena apabila pasien langsung dikasih generasi yang tertinggi maka pasien dapat mengalami resistensi terhadap obat tersebut akan sulit dilakukan pengobatan lebih lanjut karena sudah tidak adanya generasi yang lebih tinggi, namun untuk levofloxacin hanya fokus terhadap bakteri gram positif padahal hampir sama dengan generasi kedua. Dalam kasus, belum diketahui adanya bakteri spesifik penyebab diare. Untuk itu, perlu obat yang memiliki spektum luas. Ciprofloxacin melawan bakteri gram positif dan negatif untuk itu obat ini menjadi pilihan.
Alasan kedua:
Dengan melihat perbandingan harga obat, dipilih obat yang harganya paling ekonomis. Keseluruhan obat dipakai selama 5 hari,
Obat | Pemakaian sebanyak | Jumlah obat yang diperlukan | Harga 1 tablet | Harga keseluruhan |
Ciprofloxacin 500 mg | 2x sehari | 10 tablet | Rp. 240 | Rp 2400 |
Norfloxacin 400 mg | 2x sehari | 10 tablet | Rp 7.150 | Rp71.500 |
Levofloxacin 500 mg | 1x sehari | 5 tablet | Rp 4.400 | Rp 22.000 |
Sehingga penggunaan Ciprofloxacin 500 mg tersebut merupakan penggobatan yang tepat . Penggobatan dapat digunakan selama 1 hingga 5 hari. Lebih terpilihnya 5 hari pengobatan dengan harapan pengobatan dapat diberikan seoptimal mungkin sehingga bakteri penyebab diare dapat dihilangkan. Ciprofloxacin diminum sebelum makan, karena makanan dapat menganggu absorbs obat.
Tidak perlu adanya pengobatan simptomatik, karena pada kasus pasien mengalami diare karena infeksi (diare inflamasi). Secara alamiah diare merupakan mekanisme pertahanan tubuh karena air yang keluar begitu banyak akan keluar sebagai pembersih usus (cleaning effect) dengan demikian bahan-bahan pathogen (virus, bakteri, parasit, toksin, bahan-bahan alergenik dan lain-lain) akan dikeluarkan dari saluran cerna sehingga membatasi efek selanjutnya dari bahan-bahan tersebut. Apabila digunakan pengobatan simtomatik untuk mehentikan diare maka bahan-bahan pathogen tidak dikeluarkan yang dapat menyebabkan toksik dalam tubuh.
Pada terapi non farmakologi pasien dianjurkan memperbanyak meminum air putih untuk upaya mencegah dehidrasi yang lebih parah. Menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi, hal ini agar apapun makanan dan minuman yang diminum pasien bebas dari bakteri, virus ataupun parasit yang dapat memperparah diare. Menghindari soda dan minuman tinggi kadar glukosa karena gula dapat menarik cairan kedalam usus dan memperburuk kondisi diare.
Pada monitoring dan evaluasi tindak lanjut, Monitoring terhadap terapi dilakukan setelah penggunaan antibiotik habis, yaitu dilakukan monitoring terhadap konsistensi tinja. pabila terapi antibiotik tidak memberikan respon maka dilakukan monitoring terhadap pemeriksaan kultur tinja, untuk mengetahui bakteri yang menginfeksi, sehingga dapat digunakan antibiotik yang tepat dan spesifik.
Pada Konsultasi, Informasi & Edukasi Pasien (KIE), Memberikan informasi kepada pasien tentang obat yang harus diminum. Oralit digunakan untuk mengganti cairan tubuh. Di minum 400 ml (2 sachet), diminum setiap setelah BAB, sedangkan ciprofloxasin di gunakan untuk mengobati infeksi penyebab diare, diminum 2x sehari 1 tablet (500 mg) sebelum makan, dalam keadaan perut kosong. Makanan dapat mengurangi penyerapan ciprofloxacin. Ciprofloxacin harus diminum sampai habis. Memberikan informasi kepada pasien mengenai efek samping yang bisa muncul. Menyarankan kepada pasien untuk mematuhi terapi non farmakologi guna menunjang keberhasilan terapi. Bila belum membaik konsultasikan ke dokter. Memberitahukan kepada pasien cara pencegahan dan penatalaksanaan diare secara tepat agar tidak terulang kembali.
KESIMPULAN
- Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan laboratorium pasien mengalami diare spesifik yang mana adanya infeksi yang diakibatkan karena adanya bakteri, parasit dan virus yang dapat didiagnosa karena adanya leukosit dalam tinja pasien. Diare yang diderita pasien merupakan diare akut yang mana kejadiannya mendadak dan pasien mengalami kurang dari 2 minggu. Dan pasien tidak mengalami dehidrasi karena tidak adanya keluhan yang menandakan pasien termasuk kategori dehidrasi.
- Dehidrasi dapat dicegah dengan penggunaan Oralit 400 ml (dosis untuk dewasa pada pasien yang tanpa dehidrasi untuk upaya pencegahan dehidrasi) tiap setelah BAB.
- Pengobatan diare pasien digunakan pengobatan empiris yaitu antibiotik obat ciprofloxacin,500 mg 2x sehari selama 5 hari.
· Terapi non farmakologi yang digunakan memperbanyak meminum air putih , menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi, menghindari soda dan minuman tinggi kadar glukosa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Departemen Farmakologi dan Terapetik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Anonim, 2008, Informasi Spesialite Obat Indonesia, 309, ISFI, Jakarta
Anonim, 2008, Mims Indonesia, Edisi 8, 196, PT Info Master, Jakarta
Anonim, 2010, Diarrhea, from http://en.wikipedia.org/wiki/Diarrhea, diakses tanggal 14 November 2010
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I,501, Media Aesculapius FKUI, Jakarta
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II,470-471, Media Aesculapius FKUI, Jakarta
Sukandar, E.Y., dkk, 2008, Iso Farmakoterapi,349-350, 750, PT ISFI penerbitan, Jakarta
Tjay, Toan Hoan., Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi 6,149, 288, Gramedia, Jakarta
Utomo, 2009, Darah Rendah, from http://my.opera.com/agungpriou/blog/darah-rendah, diakses tanggal 14 November 2010
terimakasih untuk informasinya, sebenarnya klo dibiarkan tanpa di obati, penyakit apapun bisa menjadi berbahaya,
BalasHapus